Ada sebuah legenda menarik tentang Toyotomi Hideyoshi, seorang pemimpin Jepang di abad XVI yang berhasil menyatukan negeri sakura itu dari kekacauan dan perpecahan dalam masa perebutan kekuasaan antar klan.
Toyotomi Hideyoshi dikenal sebagai seorang pemimpin yang menakjubkan dan paling luar biasa dalam sejarah Jepang karena ia berhasil menaklukkan lawan-lawannya, bukan dengan mengandalkan kekuatan senjata, tapi dengan keunggulan strategi dan kelihaian negosiasi sehingga ia dijuluki sebagai seorang samurai tanpa pedang.
Toyotomi Hideyoshi lahir dari keluarga kurang beruntung sehingga ia tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Memiliki banyak cacat fisik, tubuhnya bungkuk dan pendek, mukanya berkerut dan menyeramkan sehingga orang menjulukinya “si monyet”.
Namun, Hideyoshi tidak pernah menghiraukan semua ejekan orang dan tidak pernah menyesali nasibnya yang kurang beruntung itu. Ia terus berusaha mempertajam kecerdasannya dengan mengabdi dan belajar dari para pemimpin hebat yang berkuasa pada masa itu. Ia tidak segan untuk bekerja sebagai penyemir sepatu atau pelayan rumah tangga asal ia bisa belajar dan menimba ilmu dari para majikannya itu.
Namun, Hideyoshi tidak pernah menghiraukan semua ejekan orang dan tidak pernah menyesali nasibnya yang kurang beruntung itu. Ia terus berusaha mempertajam kecerdasannya dengan mengabdi dan belajar dari para pemimpin hebat yang berkuasa pada masa itu. Ia tidak segan untuk bekerja sebagai penyemir sepatu atau pelayan rumah tangga asal ia bisa belajar dan menimba ilmu dari para majikannya itu.
Karena ketekunan dan keuletan, suatu hari Hideyoshi mendapat kepercayaan dari Lord Nobunaga untuk menggantikan tugas seorang mandor yang gagal menyelesaikan pekerjaannya untuk membangun kembali Benteng Kiyosu yang hampir roboh karena terpaan angin topan yang ganas. Padahal tembok itu merupakan benteng pertahanan mereka dari serangan musuh.
Keringat dingin mengucur ke seluruh tubuh Hideyoshi ketika ia mendapat tantangan itu. “Aku sudah meletakkan nasibku di ujung tanduk. Gagal mengerjakannya berarti hukuman atau malah nyawa melayang,” gumam Hideyoshi sambil mengingat-ingat kembali keberaniannya di masa lalu. “Tindakan berani yang kuambil dulu terbukti berguna bagiku. Mungkinkah aku sanggup melakukannya lagi?”
Ia memulai pekerjaan besar itu dengan membuat detail perencanaan dan mengatur strategi termasuk cara-cara pendekatan kepada para pekerja agar mereka terinspirasi untuk secepat mungkin membangun tembok Benteng Kiyosu.
“Runtuhnya tembok Benteng Kiyosu sangat berbahaya bagi kita semua. Seandainya saat ini kita diserang oleh musuh, benteng pertahanan kita akan runtuh dan setiap orang di Benteng Kiyosu, termasuk kalian dan keluarga kalian, akan musnah. Itulah sebabnya mengapa kita harus mengerjakan proyek ini secepat mungkin!” teriak Hideyoshi kepada lima ratus orang pekerja yang semangatnya telah melorot karena perlakuan kasar dari mandor sebelumnya.
“Kepada pekerja yang tercepat aku akan memberikan bonus istimewa, tetapi kepada yang bekerja seenaknya akan dianggap sebagai mata-mata musuh dan akan menerima hukuman yang berat,” lanjut Hideyoshi sambil menunjukkan sebuah peti yang di dalamnya berisi tumpukan uang. “Siapa yang mau mendapat bonus, dan siapa yang suka menerima hukuman?”
Usai memberi pengarahan, Hideyoshi mengajak semua pekerjanya untuk bersenang-senang dengan membiarkan mereka menyantap berbagai macam hidangan dan aneka jenis minuman yang telah disediakan. Tindakan Hideyoshi itu disambut dengan teriakan antusias oleh para pekerja, karena cara-cara yang dilakukan Hideyoshi sangat berbeda dengan mandor sebelumnya yang hanya meneriakkan perintah tanpa henti dan mengancam dengan hukuman.
Keesokan harinya ketika para pekerja sudah tiba di lokasi dan bersiap-siap hendak memulai pekerjaannya, sekali lagi Hideyoshi berseru, “Bonus untuk kalian sudah siap diambil. Mari buktikan hasilnya!”
Hideyoshi sungguh sangat terkejut dengan reaksi mereka. Para pekerja berlomba-lomba untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan memasang batu sambil berteriak penuh semangat. Hal ini membuat pembangunan tembok dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan. Hideyoshi kemudian memenuhi janjinya dengan membagikan bonus untuk setiap anggota tim dan tidak lupa mengucapkan terima kasih atas dedikasi mereka yang luar biasa.
Lord Nobunaga, sang majikan, sangat terkagum-kagum dengan hasil kerja Hideyoshi, bahkan ia hampir tidak memercayai penglihatannya. “Hideyoshi, engkau adalah orang yang berani dan bisa menyelesaikan apa pun.” Puji Lord Nobunaga.
Tidak heran, jika sampai hari ini lebih dari empat ratus tahun setelah kematiannya, semua warga Jepang masih mengenang dan menceritakan kembali kisahnya atau menampilkan karakternya.
(disadur dari buku “Ubah Slogan Jadi Tindakan” – Sulaiman Budiman)
No comments:
Post a Comment